Kisah Kiai Ibrahim Magelang Ngaku Membunuh

Foto Ilustrasi
Foto Ilustrasi

Islampers.com, Jakarta – KIAI Ibrahim dikenal warga desa dengan sebutan depan khusus: mbah. Mbah Ibrahim. Bagi masyarakat Magelang, sebutan mbah tidak sembarang diberikan.

Mbah adalah julukan sakral laiknya Mbah Mangli (KH. Hasan Askari, Magelang). Tidak semua yang berusia renta bisa mendapatkan panggilan kultural itu.

Mbah Ibrahim bukanlah kiai panggung atau kiai yang dikenal memiliki keramat. Ia juga tidak mengajar di madrasah maupun pondok pesantren.

Beliau dikenal sebagai mbah yang santun, lirih saat bicara, sopan, lugu, apa adanya dan tidak neko-neko. Tapi sungguh, kisah hidupnya perlu kita teladani.

Kiai Ibrahim adalah sosok simbah di desa yang memiliki jiwa korsa tinggi sebagai orangtua yang bertanggungjawab, tawadlu’, amanah, istiqamah, peduli kepada sesama, husnudzan tinggi kepada makhluk Allah Swt. serta berwibawa.

Sehari-hari Mbah Ibrahim berpakaian jas hitam agak lusuh. Orang-orang sudah mengenal ciri ini dari kejauhan meski cara bicara dan berjalannya agak gemetar karena kerentaan.

Diceritakan, beliau pernah mendatangi seorang kaya yang memiliki kaitan hutang dengan salah satu putranya, yang menurut kabar orang-orang, belum terbayarkan.

“Aku dengar anak saya hutang ke jenengan, ndoro?” Tanya Mbah Ibrahim.
“Betul, Mbah,” jawab si bos.
“Bolehkah aku membayarnya?”
“Anak jenengan yang hutang kok, Mbah”.
“Ndak apa-apa. Dia tetap anakku. Dan aku harus bertanggungjawab”.
“Bagaimana cara jenengan melunasi?”
“Nyangkul di sawah jenengan, sesuai jumlah hutang anak saya”.

Beberapa lama Mbah Ibrahim terbukti sibuk mencangkul di sawah bendoro itu. Beliau tidak malu mencangkul demi anaknya bisa membayar hutang. Tidak punya uang untuk melunasi, Mbah Ibrahim masih memiliki tenaga yang dititipkan Allah, sebagai ganti.

Tampilkan Semua
Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Relevant