6. Yang perlu ditelaah secara bahasa bahwa konsep radikal atau berfikir radikal dan kritis justru sangat dibutuhkan untuk menjawab permasalahan bangsa. Penggunaan kata radikal harus dicermati, secara definisi konseptual sebaiknya menggunakan ekstrimisme berbasis kekerasan yang sebetulnya akar permasalahan ada di intoleransi diskriminasi. Mencermati bahwa terorisme sebetulnya bukan hal yang baru, jika melihat beberapa konflik bersenjata ada yang berbasis agama-agama , ideologi politik dan separatisme. Pada dasarnya tindakan intoleran dan radikal salah satunya karena konflik agama, konflik sosial yang belum tuntas ditangani oleh Pemerintah. Dalam 5 tahun terakhir peran laki-laki yang melakukan aksi terorisme digantikan oleh perempuan dan menjadi satu fenomena baru. Ada 4 poin penting tentang perempuan dalam tindakan radikalisme yaitu:
a. Tren pelibatan perempuan dalam aksi terorisme
1) Jumlah tahanan dan napi perempuan antara tahun 2000 s.d 2020 berjumlah 39 orang.
2) Prosentase perempuan sebagai pelaku aksi terorisme sebanyak 10 %.
3) 90 % napi perempuan dipidana dengan pasal 13 (memberikan bantuan atau kemudahan kepada pelaku tindak pidana terorisme) dan pasal 15 (permufakatan jahat, percobaan atau pembantuan).
b. Pergeseran peran perempuan
1) Invisible Roles.
Sebagai Operational Facilitator (pembawa pesan, perekrutan, mobilisasi, alat propaganda) dan sebagai Ideological Supporter (regenerasi ideologi)
2) Visible Roles.
Sebagai Female Suicide Bomber (pelaku bom bunuh diri) dan Active Combatant (pejuang, penyedia senjata, perakit bom)
c. Motivasi perempuan yang terlibat dalam jaringan terorisme
1) Personal Factor (perempuan dijajah pikirannya dengan islam radikal, posisi perempuan yang tersubordinasi).
2) Social Political Concern (ketimpangan sosial, ketidak adilan, diskriminasi).
3) Personal Tragedy/Revenge (perkosaan, pencabulan)
Beberapa contoh dari perempuan yang terlibat pelaku radikalisme diantaranya ada dalam kelompok Black Widow dari Rusia, Boko Haram dari Nigeria dan Liberation Tiger of Tamil Elam dari Srilanka.
d. Peran perempuan dalam pencegahan terorisme (kontra terorisme berbasis gender)
1) Strategi kontra terorisme yang dilakukan melalui “pendekatan perang”, koersif, dan maskulin kemudian lebih diarahkan pada pendekatan rehabilitasi yang tidak lagi dengan pendekatan agama namun pendekatan sosiokultural, budaya dan ain sebagainya.
2) Negara menghilangkan agensi perempuan dengan tidak melihat perempuan sebagai potensial kekerasan terorisme dan aktor penting dalam upaya kontra terorisme.
3) Berikan kepada perempuan stigma bahwa mereka hanya merupakan korban dari jaringan terorisme.
4) Dibutuhkan keterlibatan perempuan dalam setiap kebijakan kontra terorisme
Peran Mahasiswa dan Pemuda dalam Menangkal Radikalisme
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS